Jumat, 09 Januari 2009

MENJADI GURU PROFESIONAL; Bukan Sekedar Lulus Uji Sertifikasi

MENJADI GURU PROFESIONAL; Bukan Sekedar Lulus Uji Sertifikasi
Oleh : Oktovianus Sahulata, S.Pd *)

Wacana tentang profesionalisme guru kini menjadi sesuatu yang mengemuka ke ruang publik seiring dengan tuntutan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Oleh banyak kalangan mutu pendidikan Indonesia dianggap masih rendah karena beberapa indikator antara lain: Pertama, lulusan dari sekolah dan perguruan tinggi yang belum siap memasuki dunia kerja karena minimnya kompetensi yang dimiliki. Bekal kecakapan yang diperoleh di lembaga pendidikan belum memadai untuk digunakan secara mandiri, karena yang terjadi di lembaga pendidikan hanya transfer of knowledge semata yang mengakibatkan anak didik tidak inovatif, kreatif bahkan tidak pandai dalam menyiasati persoalan-persoalan di seputar lingkungannya. Kedua, Peringkat indeks pengembangan manusia (Human Development Index) masih sangat rendah. Menurut data tahun 2004, dari 117 negara yang disurvei Indonesia berada pada peringkat 111 dan pada tahun 2005 peringkat 110 dibawah Vietnam yang berada di peringkat 108. Ketiga, Mutu akademik di bidang IPA, Matematika dan Kemampuan Membaca sesuai hasil penelitian Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2003 menunjukan bahwa dari 41 negara yang disurvei untuk bidang IPA Indonesia berada pada peringkat 38, untuk Matematika dan kemampuan membaca menempati peringkat 39. Keempat, sebagai konsekuensi logis dari indikator-indikator diatas adalah penguasaan terhadap IPTEK dimana kita masih tertinggal dari negara-negara seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Guru, akhirnya menjadi salah satu faktor menentukan dalam konteks meningkatkan mutu pendidikan dan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas karena guru adalah garda terdepan yang berhadapan langsung dan berinteraksi dengan siswa dalam proses belajar mengajar. Mutu pendidikan yang baik dapat dicapai dengan guru yang profesional dengan segala kompetensi yang dimiliki.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen merupakan sebuah perjuangan sekaligus komitmen untuk meningakatkan kualitas guru yaitu kualifikasi akademik dan kompetensi profesi pendidik sebagai agen pembelajaran. Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau D4. Sedangkan kompetensi profesi pendidik meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial. Dengan sertifikat profesi, yang diperoleh setelah melalui uji sertifikasi lewat penilaian portofolio (rekaman kinerja) guru, maka seorang guru berhak mendapat tunjangan profesi sebesar 1 bulan gaji pokok. Intinya, Undang-Undang Guru dan Dosen adalah upaya meningkatkan kualitas kompetensi guru seiring dengan peningkatan kesejahteraan mereka.
Persoalannya sekarang , bagaimana persepsi guru terhadap uji sertifikasi?, bagaimana pula kesiapan guru untuk menghadapi pelaksanaan sertifikasi tersebut ? dan adakah suatu garansi bahwa dengan memiliki sertifikasi, guru akan lebih bermutu ?. Analisa terhadap pertanyaan-pertanyaan ini mesti dikritisi sebagai sebuah feed back untuk pencapaian tujuan dan hakekat pelaksanaan uji sertifikasi itu sendiri.
Pengalaman di lapangan, menunjukan bahwa di mata guru, uji sertifikasi adalah sebuah ” revolusi” untuk peningkatan gaji guru. Padahal, ini adalah suatu political will pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas guru yang sangat besar kontribusinya bagi peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Miskonsepsi semacam ini, membuat para guru dapat menghalalkan segala cara dalam membuat portofolionya dengan memalsukan dokumen prestasi atau kinerjanya, seperti yang terjadi di Yogyakarta dan Bali. Dalam konteks ini diperlukan kejelian dari tim penilai portofolio untuk melakukan identifikasi dan justifikasi. Semua penyimpangan harus diungkap atas nama kualitas, dengan melakukan cross check di lapangan.
Uji Sertifikasi bagi guru mesti dipahami sebagai sebuah sarana untuk mencapai tujuan yaitu kualitas guru. Sertifikasi bukan tujuan itu sendiri. Kesadaran dan pemahaman yang benar tentang hakekat sertifikasi akan melahirkan aktivitas yang benar dan elegan, bahwa apapun yang dilakukan adalah untuk mencapai kualitas. Kalau seorang guru kembali masuk kampus untuk kualifikasi, maka proses belajar kembali mesti dimaknai dalam konteks peningkatan kualifikasi akademik yaitu mendapatkan tambahan ilmu dan ketrampilan baru, sehingga mendapatkan ijazah S1 / D4. Ijazah S1 bukan tujuan yang harus dicapai dengan segala cara, termasuk cara yang tidak benar seperti jual-beli ijazah, melainkan konsekuensi dari telah belajar dan telah mendapat tambahan ilmu dan ketrampilan baru. Demikian pula kalau guru yang mengikuti uji sertifikasi, tujuan utama bukan untuk mendapatkan tunjangan profesi, melainkan untuk dapat menunjukan bahwa yang bersangkutan telah memiliki kompetensi sebagaimana diisyaratkan dalam standard kemampuan guru. Tunjangan profesi adalah konsekuensi logis yang menyertai adanya kemampuan dimaksud. Dengan menyadari hal ini maka guru tidak akan mencari jalan pintas guna memperoleh sertifikat profesi kecuali dengan mempersiapkan diri dengan belajar yang benar dan tekun berkinerja menyongsong sertifikasi.
Idealisme, semangat dan kinerja tinggi disertai rasa tanggung jawab mesti menjadi ciri guru yang profesional. Dengan kompetensi profesional, guru akan tampil sebagai pembimbing (councelor), pelatih (coach) dan manejer pembelajaran ( learning manager) yang mampu berinteraksi dengan siswa dalam proses transfer pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai yang baik. Semangat untuk tetap belajar (bukan hanya mengajar) akan membantu guru untuk meng-upgrade pengetahuannya, sehingga dapat menyiasati kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta peluang pemanfaatannya untuk memajukan proses belajar mengajar di kelas. Sertifikasi guru adalah amanat Undang-undang bagi semua guru di Indonesia yang jumlahnya sekitar 2,8 juta baik negeri maupun swasta, jadi bukan sesuatu yang mesti diperebutkan oleh guru. Semua akan kebagian, asalkan telah memenuhi persyaratan. Marilah kita terus tingkatkan kompetensi dan profesionalisme kita, sehingga dapat meraih prestasi dan prestise dibidang pendidikan, untuk selanjutnya dapat berdiri sejajar dan bersaing dengan negara-negara lain. Semoga.

*). Penulis adalah Guru SMP Kristen Kalam Kudus Ambon.

dikutip dari www.balagu.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar